Hari Kartini ?

11.07 Posted In , Edit This 0 Comments »


SUDAH berlangsung puluhan tahun. Tiap merayakan Hari Kartini, banyak wanita merayakannya dengan cara berpakaian kebaya, bersanggul dan kadang-kadang juga ada acara masak-memasak. Bahkan, yang pria ikut-ikutan memakai pakaian jas atau pakaian adat Jawa. Benarkah harus demikian?
Siapakah RA Kartini?
Raden Adjeng Kartini (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 – meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini[1] adalah seorang tokoh suku Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kartini).
Apa pemikiran-pemikiran RA Kartini?
Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan dengan Estelle “Stella” Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kartini).
Pertanyaan-pertanyaan sekitar peringatan Hari Kartini
Memperingati  Hari Kartini berarti:
1.Berarti memperingati hari lahir RA Kartini, 21 April (1879).
2.Berarti memperingati kebaya RA Kartini
3.Berarti memperingati RA Kartini sebagai pelopor pejuang emansipasi wanita
ad.1.Berarti memperingati hari lahir RA Kartini, 21 April
Kalau hanya memperingati haru ulang tahun RA Kartini tentu kurang tepat. Sebab hari lahir RA kartini tidak punya makna apa-apa, baik makna sejarah, makna politik ataupun makna apapun juga. Kelahiran RA Kartini merupakan wilayah Logika Pribadi.
ad.2.Berarti memperingati kebaya RA Kartini
Kalau hanya memperingati kebaya yang dipakai RA Kartini juga tak punya makna apa-apa, karena tidak ada makna sejarah, makna politik ataupun makna apapun juga. Lagipula, bukan orang Jawa saja yang memakai kebaya. Seku-suku lain juga memakai kebaya. Kalau suku-suku lain harus memperingati hari Kartini dengan memakai kebaya Jawa, tentu tidak relevan. Sebaliknya, kalau suku-suku non-Jawa harus memakai kebaya daerah masing-masing, juga tidak relevan. Kalau hanya wanita Jawa saja yang memperingati Hari Kartini dan berkebaya Jawa, tentu tidak nasionalis. Kebaya merupakan wilayah Logika Budaya.
ad.3.Berarti memperingati RA Kartini sebagai pelopor pejuang emansipasi wanita
Perjuangan RA Kartini adalah perjuangan emasipasi wanita di bidang pendidikan dan dalam hal hak untuk menentukan jodohnya sendiri, tidak ingin dipingit. Perjuangan ini tidak hanya untuk kepentingan RA Kartini sendiri, melainkan bagi kepentingan seluruh wanita Indonesia. Wilayah logikanya adalah Logika Emansipasi.
Apa bedanya dengan peringatan Hari Ibu di Indonesia 22 Desember?
Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di gedung Dalem Jayadipuran> yang sekarang berfungsi sebagai kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional dan beralamatkan di Jl. Brigjen Katamso.[6] Kongres dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Dhien, Tjoet Nyak Meutia, R.A. Kartini,[7] Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, dan lain-lain.( Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Ibu#Hari_Ibu_di_Indonesia).
Kesimpulan
1.Tanggal lahir RA Kartini:
Kalau mau jujur, antara tanggal lahir RA Kartini dengan perjuangan emansipasi yang diperjuangkan RA Kartini, tentu tidak ada relevansinya sama sekali. Seharusnya, tanggal tertentu yang ada nilai sejarahnya, seperti halnya Hari Ibu yang ditetapkan sesuai diselenggarakannya  Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Artinya, 21 April adalah hari kelahiran RA Kartini dan bukan peristiwa sejarah.
Catatan:
Penetapan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini itulah yang tidak dapat diterima secarasosologis, filosofis dan yuridis. Materi muatan Keppres No. 108 tahun 1964, terutamamenyangkut penetapannya tanggal 21 April sebagai Hari Kartini, adalah sangat diskriminatif.Kalau tidak ada diskriminatif seharusnya tidak ada Hari Kartini. Untuk mempersamakannya,seharusnya ada Hari Soekarno, Hari Hatta, Hari Dewi Sartika, Hari Tjut Nya’ Dien, Hari RohanaKudus, dan lain sebagainya. —Sumber: http://www.slideshare.net/advokat-muadz/hari-kartini-kebijakan-nasional-diskriminatif-12626057.
2.Kebaya RA Kartini:
Kalau mau berlogika secara jernih, antara kebaya yang digunakan RA Kartini dengan perjuangan emansipasi oleh RA Kartini, tidak ada hubungannya yang signifikan. Kebetulan RA Kartini memakai pakaian kebaya dan bersanggul. Kalau berpakaian lain dan tidak bersanggul, apakah akan dicontoh juga? Dengan demikian, memperingati Hari Kartini tidak harus, tidak wajib dan tidak selalu memakai kebaya. Boleh memakai pakaian sehari-hari. Yang penting adalah esensi daripada Hari Kartini itu sendiri, yaitu perjuangan emansipasi wanita. Artinya, memakai kebaya bukanlah pertistiwa sejarah.
Catatan:
Kebetulan RA Kartini orang Jawa yang berkebaya dan bersanggul. Bagaimana jika Kartini adalah orang pribumi Papua yang berpakaian tradisional sederhana? Seharusnya, Hari Kartini diperingati dengan cara para wanita memakai pakaian profesi yang biasanya hanya dilakukan kaum pria. Misalnya, berpakaian pilot pesawat, petugas pemadam kebakaran, pembalap mobil F1, gubernur, polwan/wanpol, astronout dan lain-lain.
3.Perjuangan RA Kartini:
Yang harus diperingati dari RA Kartini adalah perjuangan emansipasi wanita, antara lain di bidang pendidikan. Pejuangan HAM wanita agar sejajar dengan HAM pria. Bentuknya bisa berupa ceramah-ceramah tentang perjuangan emansipasi wanita yang dilakukan oleh RA Kartini. Sebab, banyak yang memperingati Hari Kartini dengan berkebaya, tetapi tidak faham tentang hakekat atau esensi daripada Hari Kartini itu sendiri. Artinya, perjuangan emansipasi RA artini adalah peristiwa sejarah.
Catatan:
Harus dicari, sejak kawan perjuangan emansipasi yang diperjuangkan RA Kartini? Misalnya, harus dicari tanggal pembuatan surat pertamanya.
Kapan seharusnya Hari Kartini diperingati?
Memperingati Hari Kartini sesuai dengan tanggal lahir RA Kartini tidaklah penting dan tidak relevan.. Terlalu pribadi. Yang seharusnya adalah momen sejarahnya, yaitu saat RA Kartini menulis surat pertamanya. Surat -surat  RA Kartini yang legendaries dan banyak diterbitkan dalam bentuk buku adalah Habis Gelap Terbitlah Terang (Door Duisternis Tot Licht). Surat-surat itu pertama kali di bukukan oleh J.H. Abendanon, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Tepatnya, saat surat-surat RA Kartini dibukukan. Saat itulah ada nilai sejarahnya. Masalahnya adalah, kapan surat pertama  RA Kartini ditulis? Surat pertama  tersebut merupakan peristiwa sejarah.
Kesimpulan khusus:
Merayakan hari Kartini dengan memakai kebaya merupakan tradisi yang tidak ada unsur peristiwa sejarahnya. Artinya, memakai kebaya tidak ada relevansinya dengan perjuangan RA Kartini.

mari kita renungkan ...
mari kita ubah nilai diri kita
mari kita lakukan dari yang kecil
mari kita lakukan dari sekarang
....








Tulisan ini saya ambil dan saya posting karena menarik dan memberikan inspirasi ,  bila ada pihak-pihak terkait berkenan untuk menghapus akan saya hapus. Tulisan ini diambil dari :
https://ffugm.wordpress.com/2013/04/22/logika-tidak-ada-hubungannya-berpakaian-kebaya-dengan-peringatan-hari-kartini/

0 komentar: