Islam,Iman dan Ihsan

23.36 Posted In Edit This 0 Comments »
Islam, Iman dan Ihsan

“Diriwayatkan dari umar bin Khathab ra, ia berkata: “ketika di suatu hari kami duduk disisi Rasulullah saw. tiba-tiba muncul pada kami seorang lelaki yang mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat darinya bekas perjalanan dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalinya. Ia segerah duduk dihadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut beliau, seraya berkata: ‘Hai Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.’ Jawab Rasulullah saw: ‘Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah, engaku engkau menegakkan shalat, menukaikan zakat, engkau berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah jika engaku mempu melakukannya. Lelaki itu menanggapi: ‘Engkau benar’. Maka kamipun dibuat heran; ia yang bertanya dan ia pula yang membenarkannya. Kemudian ia bertanya lagi: Beritahukan aku tentang iman.’ Jawab Nabi: ‘Engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada para Rasul-Nya, kepada hari akhir dan engkau beriman kepada takdir Allah, yang baik dan yang buruk.’ Ia menyaut: ‘Engkau benar’. Dan ia bertanya lagi: ‘kabarkan aku tentang ihsan.’ Jawab Nabi: ‘Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, dan bila engkau tidak mampu melihatnya sesungguhnya dia melihatmu.’ Lelaki itu berkata lagi: ‘beritahukan aku kapan terjadinya hari kiamat.’ Jawab Nabi: ‘yang ditanya tidaklah lebih tahu dari yang ditanya.’ Dia pun bertanya: ‘Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!’ Jawab Nabi: ‘jika seorang amat (budak wanita) telah melahirkan tuanya.’ Jika engkau melihat orang yang tidak beralas kaki, telanjang, miskin, dan pengembala kambing telah saling berlomba dan mendirikan bangunan yang menjulang tinggi.’ Setelah itu lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam sekian lamanya sehingga Nabi bersabda kepadaku: ‘wahai Umar, tahukan engkau siapakah lelaki yang bertanya itu?’ aku menjawab: ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.’ Beliau bersabda: ‘Dia adalah Jibril yang datang pada kalian mengajarkan kepada kalian tentang agama kalian.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslimin dalam shahih-nya

URGENSI HADITS
Ibnu Daqiq al-‘Ied berkata: “Hadits yang sangat agung ini memuat seluruh perbuatan, baik lahir maupun batin. Bahkan semua ilmu syari’at mengacu padanya dan berkata dengannya, karena kandungan seluruh Ilmu sunnah yang ada di dalamnya. Sebagaimana surat al-Fatihah yang disebut dengan Umul-Qur’an karena seluruh makna al-qur’an terkandung di dalamnya, maka hadits ini juga disebut dengan Ummus-Sunnah.”

MAKNA KATA DALAM HADITS
……..Adalah zharaf zaman atau kata terang yang menunjukkan waktu, sedang ….. adalah tambahan, dan artinya adalah ‘ketika’. Dalam riwayat lain menggunakan kata ……

……..dan …..adalah huruf mufajah’ah (menunjukkan sesuatu yang bersifat mendadak). Artinya datang kepada kami secara tiba-tiba.

……….artinya meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya sendiri sebagaimana layaknya sikap orang yang sopan. Sedangkan didalam hadits yang diriwayatkan oleh Nasa’i disebutkan bahwa ia meletkan kedua telapan tangannya di atas kedua paha Nabi saw. namun riwayat pertama (seperti hadits di atas) lebih shalih dan lebih masyhur.

………artinya sebutkan padaku tentang hakikat dan amal Islam menurut syariat. Demikian pula kata……..dan…….

………..artinya, kami dibuat kagum dengan tingkah lakunya; ia bertanya tentang sesuatu namun ia pula yang tahu dan membenarkan jawabannya. Karena pertanyaan dari orang yang bertanya adalah menunjukkan bahwa dirinya tidak tahu akan apa yang ditannyakannya, sementara pembenaran terhadap jawaban dari pertanyaan itu menunjukkan bahwa dirinya mengetahuinya.

………arti iaman secara etimologis adalah pembenaran dan penetapan dalam hati, sedangkan iman secara terminologis adalah pembenaran terhadap apa yang termuat dalam hadits di atas.

………maksudnya adalah kabarkan aku tentang waktu datangnya hari kiamat.

………adalah bentuk jamak dari kata……yang bermakna ‘tanda’. Sedang maksud…….dalam hadits tersebut adalah tanda-tanda yang mendahului datangnya hari kiamat.

………Artinya, budak melahirkan tuanya. Dalam suatu riwayat menggunakan kata……., yaitu kinayah (kiasan) dari banyaknya anak durhaka kepada orangtua, yang memperlakukan mereka seperti perlakukan tuan kepada budaknya, dan merupakan kiasan perihal chaos dan rusaknya keadaan.

………………adalah bentuk plural/jamak dari kata……., yaitu orang-orang yang tidak memakai alas kaki. …….adalah bentuk plural dari kata….., yaitu orang yang tidak memakai baju sama sekali (telanjang). Sedang……merupakan bentuk jamak dari……, yaitu orang-orang yang faqir/miskin.

………artinya ‘pengembala kambing’. …..adalah bentuk jamak dari….., dan bentuk jamak lainnya adalah kata…… . Sedang kata……adalah kata plural dari……, yang berarti kambing.

…………artinya, berlomba-lomba membuat bangunan yang tinggi dengan tujuan untuk saling membanggakan diri dan riya.

………artinya, saya menunggu dalam waktu yang lama,”Aku tidak bertemu dengan Nabi saw. Selama tiga malam,” demikian penuturan umar bin Khathab dalam riwayat lainnya,”kemudian aku bertemu dengan beliau.”

FIQHUL-HADITS (PEMAHAMAN ATAU PELAJARAN YANG BISA DIPETIK DARI HADITS)

1. Memperbaiki pakaian dan sikap
Ketika hendak masuk masjid dan akan menghadiri majelis ilmu, disunnahkan memakai pakaian yang rapih dan bersih serta menggunakan wewangian. Juga bersikap baik dan sopan dihadapan para ulama, karena kedatangan Malaikat Jibril as. Itu untuk mengajarkan manusia melaui sikap dan ucapanya.


2. Mengajarkan hakikat Islam
Secara etimologis, Islam berarti tunduk dan menyerah sepenuhnya pada Allah. Sedang secara ayar’i, Islam adalah tunduk dan menyerah sepenuhnya kepada Allah dengan menjalan kelima rukunya, yaitu syahadatain, menunaikan shalat dengan memenuhi syarat dan rukunya serta memperhatikan adab dan sunnahnya, mengeluarkan zakat, puasa di bulan Ramadhan, dan haji sekali umur hidup bagi siapa saja yang mampu; mempunyai biaya untuk pergi ke tanah suci dan juga bisa memenuhi kebutuhan keluarga yang ditinggalkan.

3. Mengajarkan hakikat iman
Secara bahasa, iman berarti pembenaran, sedang secara syar’i berarti pembenaran dan penerapan terhadap:
Keberadaan Allah. Yang Maha Pencipta, dan tidak ada sesuatupun yang menjadi sekutu bagi-Nya.
Keberadaan makhluk Allah, yaitu malaikat. Mereka adalah hamba Allah yang dimuliakan, yang tidak pernah melakukan maksiat dam selalu mematuhi perintah Allah. Mereka diciptakan dari cahaya, tidak makan, tidak berkelami (laki-laki atau wanita), tidak mempunyai keturunan, dan tidak ada yang tahu jumblahnya kecuali Allah.
Keberadaan seluruh kitab Samawi yang diturunkan Allah, dan menyakini bahwa kitab-kitab tersebut (belum diubah dan diselewengkan manusia) merupakan syari’at Allah.
Keberadaan seluruh Rasul yang telah dipilih dan diutus Allah untuk membimbing umat manusia, yang diturunkan bersamanya Kitab Samawi. Juga menyakini bahwa mereka adalah manusia biasa yang terjaga dari segala dosa (maksum).
Keberadaan hari kiamat. Pada hari itu Allah membangkitkan manusia dari kuburnya, lalu menghisab seluruh berbuatanya, dan memberikannya balasan; bagi yang beramal baik maka akan mendapatkan balasan kebaikan, dan bagi yang jahat amalnya maka akan menuai balasan yang setimpal pula.
Keberadaan takdir. Artinya, segala hal yang terjadi di alam semesta ini merupakan ketentuan (takdir) dan kehendak Allah semesta, untuk suatu tujuan yang hanya diketahui oleh-Nya.

Kelima poin ini tidak lain adalah rukun iman. Barangsiapa yang menyakininya maka ia akan selamat dan beruntung, dan barangsiapa yang menolaknya maka ia akan sesat dan merugi. Allah berfirman:s

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan pada kitab yang telah Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan hari kiamat, maka sungguh ia telah sesat sejauh-jauhnya” (QS. An-Nisa`:136).

4. Mengajarkan hakikat Islam-Iman
Meski dari penjelasan diatas kita pahami bahwa iman dan Islam adalah dua hal yang berbeda, namun keduanya saling melengkapi. Iman menjadi sia-sia tanpa Islam, demikian juga sebaliknya.
5. Mengajarkan hakikat ihsan
Ihsan adalah ikhlas dan menyempurnakan keikhlasan tersebut. Artinya, memurnikah ibadah sepenuhnya hanya untuk Allah serta dibarengi dengan upaya untuk menyempurnakannya, sehingga ketika jika tidak mampu maka ingatlah bahwa Allah senantiasa menyaksikanmu dan mengetahui apapun yang ada pada dirimu, baik besar maupun kecil.
6. Hari kiamat dan tanda-tandanya
Waktu datannya hari kiamat hanya diketahui Allah SWT. dan tidak ada seorang pu yang mengetahuinya, baik malaikat maupun Rasul. Itulah sebabnya mengapa Nabi saw. berkata kepada Jibril: “Yang ditanya tidaklah lebih tahu dari yang bertanya.” Meskipun demikian, Nabi Muhammad kemudian menjelaskan sebagai tanda-tandanya, yaitu:
Zaman yang rusak dan ahklak yang buruk. Pada saat itu banyak anak yang durhaka pada orangtuanya, mereka memperlakukan orang tuanya seperti perlakuan tuan terhadap budaknya.
Keadaan yang chaos dan gawat. Kala itu, banyak orang yang bodoh menjadi pemimpin, dan wewenang diberikan kepada orang yang tidak mempunyai kemampuan (bukan ahlinya). Harta melimpah ruah pada manusia, prilalaku sombong dan sikap melampaui batas yang merebak, manusia saling membanggakan diri dengan mendirikan bangunan yang tinggi. Perhiasan dan perkakas rumah berlebihan, satu sama lain saling berlaku congkak, menguasai segala urusan orang yang dihimpit kemiskinan dan kesengsaraan, dan jika seseorang hendak berbuat bajik pada orang lain maka sikapnya seperti perlakuan seorang tuan terhadap orang badwi, para pengembala, dan orang-orang yang semisalnya dengannya.

7. Pentingnya bertanya tentang suatu ilmu
Seorang Muslim, akan menanyakan sesuatu yang membawa manfaat baik untuk dunia maupun akhiratnya. Ia tidak akan menanyakan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat. Bagi orang yang menghadiri sebuah majelis ilmu, lalu ia melihat bahwa audien (orang0orang yang hadir di situ) sangat memerlukan satu masalah tersebut tidak ada yang menanyakan, maka sepatutnya ia menanyakan meskipun ia mengetahui, agar orang-orang yang hadir bisa mengambil manfaat dari jawaban yang diberikan. Sedangkan jika orang-orang yang ditanya tentang sesuatu itu tidak tahu. Selain dapat menambah kewibawaan, sikap demikian juga merupakan bukti kewara’an dan ketakwaannya.